Seribu Burung Kertas
Oleh: Leanita Winandari
Hanum melipat kertas origami dengan hati-hati. Puput bilang, jika bisa membuat seribu burung bangau kertas, maka keinginan Hanum bisa tercapai.
“Hanum ingin liburan ke Bali, Bu,” kata Hanum sambil terus melipat kertas.
Liburan kenaikan kelas masih dua bulan lagi, tapi teman-teman Hanum sudah berbicara tentang rencana liburan masing-masing. Ada yang ke Bandung, Yogya, bahkan ke luar negeri.
Menurut Ibu, mereka akan ke rumah Nenek di Malang seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi Hanum ingin liburan kali ini berbeda.
“Bali ‘kan dekat, Bu. Hanya tinggal menyebrang pakai feri,” lanjut Hanum lagi.
Ibu hanya tersenyum, dan Hanum tahu rencana liburan kali ini tidak akan berubah lagi.
“Kenapa harus ke Bali, Hanum?” tanya Bapak pada malam harinya.
Bapak, Ibu, Kak Refan, dan Hanum tengah duduk dan menikmati pisang goreng buatan Ibu di ruang keluarga.
Ditanya seperti itu, Hanum justru merasa bingung. Bisa saja Hanum berkata ingin lihat pantai bagus atau bertemu turis asing. Hanya saja, Bapak pasti berkata hal seperti itu bisa ditemui di kota mereka.
“Bosan ke Malang terus, Pak,” sahut Hanum berbohong.
Senyum Bapak mengembang lebar, lalu berkata bahwa liburan ke Bali butuh biaya yang tidak sedikit.
Kepala Hanum tertunduk sedih. Ia kembali teringat ledekan teman-teman sekelasnya kemarin siang. Hanum belum pernah ke Bali, dan ia merasa malu.
*
Di atas meja Hanum ada tiga butir permen cokelat pemberian Puput. Rasanya enak, ada selai buah di tengahnya. Tadi pagi, Puput memberinya lima butir, oleh-oleh dari ayahnya yang baru pulang dinas dari luar kota.
“Kalau tidak dimakan, cokelatnya buat Kak Refan, ya,” ujar Kak Refan sambil mengambil sebutir.
Hanum mengangkat bahu, “Ambil saja semua, Kak.”
Biasanya Hanum suka sekali makan cokelat, dan tidak butuh waktu lama untuk menghabiskannya. Apalagi permen cokelat ini berukuran kecil, bisa langsung dimakan dengan sekali membuka mulut.
Hanum mengambil kertas origami di laci mejanya, dan mulai melipat kertas kembali. Burung bangau kertasnya sudah hampir seratus, masih kurang banyak.
“Kalau sebelum liburan kenaikan kelas burung bangaunya sudah seribu, mungkin kita bisa liburan ke Bali, ya, Kak,” kata Hanum dengan suara lirih.
*
Liburan kenaikan kelas hanya kurang seminggu lagi. Burung bangau kertas Hanum sudah mencapai seribu buah. Setiap hari, setelah belajar dan mengerjakan tugas sekolah, ia dibantu Kak Refan melipat kertas-kertas origami.
“Liburan kali ini kita tidak jadi ke Malang,” kata Bapak.
Hanum nyaris bersorak gembira karena rencananya dengan seribu burung kertas itu berhasil. Ia mengangkat wajah, lalu berkata, “ Ke Bali, kan, Pak?”
Bapak dan Ibu saling bertukar pandang, tersenyum, kemudian menggeleng hampir bersamaan. Liburan kenaikan kelas tahun ini terlalu berdekatan dengan libur lebaran. Bukan Bali atau Malang, berarti Hanum akan menghabiskan waktu liburan di rumah saja.
Seribu burung kertas itu tak mengubah apa-apa.
*
Di dekat kompleks perumahan Hanum ada sebuah taman nasional.
Hari ini, mereka akan ke sana dengan menumpangi mobil tua milik Bapak. Tidak mungkin berjalan kaki meski jaraknya dekat, kata Bapak. Taman nasional itu luas sekali, berhektar-hektar. Kalau beruntung, Hanum bisa menemui kawanan rusa dan banteng di sana.
“Sudah siap, Hanum?” tanya Bapak sambil melongok ke dalam kamar Hanum.
Hanum tidak menyahut, ia mengikat tali sepatu dengan sesekali mencuri pandang pada tempat sampah yang penuh origami burung bangau. Ia membuangnya semalam, setelah rencana liburan tetap tidak berubah.
Hanum menghela napas panjang, mukanya masih ditekuk. Sementara Bapak hanya tersenyum melihatnya.
*
Monyet-monyet itu berduyun-duyun menuju suatu tempat.
Hanum memandang sekitarnya dengan perasaan takjub. Sebuah sabana terbentang luas, hijau kecokelatan karena terbakar matahari. Sebuah pohon berdiri tak jauh dari sebuah plang papan nama bertuliskan Bekol di dekat jalan.
“Hanum, lihat itu!” teriak Kak Refan, tangannya menunjuk ke arah sabana.
Ada sekawanan rusa berlarian di tengah sabana. Hanum pernah melihat yang seperti ini di televisi. Ia tak pernah menyangka akan melihat secara langsung, tak jauh dari rumah Hanum sendiri.
Mirip seperti di Afrika, pekik Hanum dalam hati.
“Hanum senang?” tanya Ibu mencoba menahan senyum.
Hanum tertunduk malu, namun akhirnya mengangguk dan tertawa kecil. Bapak benar, liburan tak harus mahal. Tak perlu ke Bali atau tempat yang jauh dari rumah. Tak jauh dari tempat tinggal Hanum di kawasan Banyuputih, Situbondo juga ada tempat yang tak kalah cantik.
Tempat itu bernama Taman Nasional Baluran. Versi mini dari Afrika, kata Kak Refan.
Hanum bersyukur, Bapak dan Ibu mengajaknya ke sini. Dan ia tak perlu malu meski tak pernah liburan ke Bali.